Sejarah Perebutan Pengaruh di Timur Tengah, Rivalitas Abadi Hingga Kini
Sejak Revolusi Iran 1979, ketegangan antara Arab Saudi, Iran, dan Israel terus meningkat. Artikel ini mengulas sejarah rivalitas ketiganya yang membentuk geopolitik Timur Tengah hari ini.
Jia Aviena
6/16/20252 min read
Kawasan Timur Tengah tak henti menjadi panggung rivalitas geopolitik global. Tiga negara Arab Saudi, Iran, dan Israel menjadi aktor utama dalam konflik yang sarat ideologi, sejarah, dan strategi kekuasaan.
Sejak Revolusi Iran 1979, dinamika kawasan berubah drastis. Konflik sektarian, perebutan pengaruh ideologis, dan dominasi kekuatan militer menjadi isu sentral.
Akar Sejarah Perseteruan: Sunni vs Syiah, Zionisme vs Islamisme
Sejarah mencatat bahwa Arab Saudi dan Iran, meski sama-sama negara Islam, memiliki basis ideologi yang saling bertentangan. Arab Saudi menganut Islam Sunni Wahabi, sedangkan Iran berpijak pada Syiah Imamiyah.
Perbedaan ini telah menimbulkan konflik sektarian, terutama di negara-negara seperti Suriah, Yaman, dan Irak.
Di sisi lain, Israel lahir dari keyakinan keagamaan bangsa Yahudi atas "Tanah yang Dijanjikan", dan sejak awal pendiriannya kerap berkonflik dengan dunia Islam, termasuk Iran yang menyokong kelompok seperti Hizbullah dan Hamas.
Revolusi Iran 1979: Titik Balik Rivalitas Regional
Revolusi yang menggulingkan Shah Iran dan membawa Ayatullah Khomeini ke tampuk kekuasaan mempertegas permusuhan dengan Barat dan sekutunya di Timur Tengah.
Sejak saat itu, Iran tampil sebagai penantang hegemoni Saudi di dunia Islam, sekaligus lawan ideologis Israel. Arab Saudi dan Israel meski tak memiliki hubungan diplomatik resmi dalam praktiknya saling berbagi kepentingan untuk menahan laju ekspansi Iran.
Perang Proxy di Suriah dan Yaman: Titik Didih Rivalitas
Pasca Arab Spring 2011, konflik di Suriah dan Yaman menjadi ajang pembuktian pengaruh. Arab Saudi mendukung kelompok oposisi di Suriah dan pemerintah sah Yaman, sedangkan Iran menyokong rezim Bashar al-Assad dan kelompok Houthi.
Israel ikut bermain di balik layar, dengan tujuan utama mencegah kekuatan Iran semakin mengakar di perbatasannya.
Israel dan Saudi: Musuh yang Sepakat Menahan Iran
Meskipun berbeda sistem dan ideologi, Arab Saudi dan Israel semakin mendekat secara strategis. Pernyataan Kepala Staf Militer Israel, Gadi Eisenkot, yang menyebut kesamaan kepentingan dengan Saudi dalam menghadapi Iran adalah bukti adanya aliansi diam-diam.
Kedua negara juga didukung oleh kekuatan eksternal, terutama Amerika Serikat, dalam membendung pengaruh Iran dan ambisinya terhadap senjata nuklir.
Iran: Bertahan di Tengah Tekanan Global
Meski dihadang oleh sanksi internasional dan musuh-musuh yang lebih unggul secara aliansi, Iran tetap mampu memainkan kartu strategis.
Dukungan terhadap Suriah, pengaruh di Irak pasca kejatuhan Saddam Hussein, dan loyalitas Hizbullah di Lebanon menunjukkan Iran masih memiliki daya tawar signifikan di kawasan.
Teori Balance of Power: Perebutan Sekutu untuk Keseimbangan
Konflik ini dapat dianalisis melalui teori balance of power, di mana negara-negara berusaha menyeimbangkan ancaman dengan cara membentuk aliansi.
Arab Saudi merapat ke AS, UEA, dan Mesir. Iran didukung oleh Suriah, Irak, dan Rusia. Israel, meskipun berdiri sendiri, memiliki kekuatan militer canggih dan secara tidak langsung koalisi dengan Saudi dan AS.
Ketegangan antara Arab Saudi, Iran, dan Israel adalah kisah panjang yang belum menemui ujung. Dinamika historis, ideologis, dan strategis terus menjadi bahan bakar konflik.
Sumber:
Khotibul Umam, Rivalitas Arab Saudi, Iran, dan Israel di Kawasan Timur Tengah, POPULIKA Vol.10 No.2 Tahun 2022
Machmudi (2021), Maulana (2018), Mustahyun (2017), dan referensi lainnya dalam jurnal tersebut.